Selasa, 02 November 2010

PERANAN TUBAN MASA KOLONIALISME SAMPAI MASA REVOLUSI

Kolonialisme Belanda-Jepang
Masuknya VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) ke Nusantara pada Abad ke-17 semakin mendominasi wilayah-wilayah yang ada di Nusantara. VOC terus-menerus membangun perbentengan di daerah pusat-pusat perdagangan. Kemampuan VOC dalam membuat perjanjian dengan pemimpin-pemimpin local, menjadikan para pemimpin tersebut ketergantungan dengan VOC, baik secara politik, ekonomi maupun militer. Hal ini tentu juga merubah status politik suatu kota dan pada tahap berikutnya akan berimbas pula pada status ekonomi.

Dominasi VOC di Nusantara juga berimbas pada daerah Tuban. Kota Tuban tumbuh lagi dan semakin berkembang ketika terjadi perubahan dalam tata ekonomi semasa VOC, yaitu terjadi liberalisasi ekonomi, dengan diikuti politik etis. Pada tahun 1746 Gubenur Jenderal Imhoff menempatkan Tuban di bawah Rembang. Ketika Deandles berkuasa (1808) Tuban menjadi onderprefect Gresik, Kemudian dikembalikan lagi oleh Raflles pada Rembang ketika Inggris berkuasa. Pada masa Gubenur-gubenur tersebut Tuban kembali berfungsi sebagai bersandarnya kapal pengangkut barang-barang hasil bumi nusantara untuk dibawah ke Eropa. Jalan-jalan akses menuju ke Tuban mulai diperbaiki.
Kondisi alam Tuban menjadikan wilayah ini salah satu daerah penghasil kayu terbaik bagi Belanda. Sumber dari belanda menyebutkan bahwa di Wilayah tuban terbentang hutan-hutan jati, dan komoditi berikutnya yang diperdagangkan adalah indigo atau tarum, kwalitas kayu yang berasal dari tuban tidak kalah dengan yang berasal dari Amerika. Sehingga pengolahan kayu di tambah. Akibatnya jumlah kayu yang terdapat di Tuban semakin berkurang. Maka pada tahun 1803 pemerintah belandah memerintahkan untuk membiarkan hutan di Tuban supaya berkembang dan tidak di eksploitasi lagi. Langkah Kongkret yang diambil adalah mengangkat dua Opper Boschoofden (Kepala Utama Pengawas Kehutanan) yang langsung di bawah pengawasan pemerintah Belanda.
Komoditi lain yang dihasilkan dari Tuban selain kayu juga Beras. Dilihat dari kondisi persawahan Tuban memang sangat sedikit, namun sumber Belanda menyebutkan bahwa ketika pemerintahan Tumenggung Purba Negara, mengirim sedikitnya 60 (1 koyang = 1976,362) Kg koyang beras kerembang untuk kompeni setiap tahunnya. Selain itu di Tuban Juga terdapat bayak Tembakau.
Semenjak VOC menguasai nusantara, wilayah tuban kembali menjadi salah satu daerah penting di Jawa. Hal ini bisa dilihat dari komoditi yang dihasilkan, dan semakin ramainya Pelabuhan Tuban. Tuban kembali menjadi pelabuhan dagang Internasional seperti jaman kerajaan Hindu-budha. Hal ini di dasarkan bahwa teluk tuban dinilai aman dan baik untuk Transportasi laut karena kedalamannya yang ideal bagi perahu-perahu besar. Disebutkan bahwa kedalaman teluk adalah lima vadem (I vadem=1,7 meter) sedangkan panjang pantai teluk Tuban adalah 14 paalen (1 paal=1506,9 meter). Sehingga teluk ini cukup luas dan dalam untuk menampung banyak perahu besar maupun kecil yang dating ataupun singgah di kota.
Tentara Jepang masuk ke Indonesia melalu Tarakan pada tanggal 11 Januari 1942, Palembang pada tanggal 14 Januari, Manado pada tanggal 17 Januari, Balikpapan pada tanggal 22 Januari, Pontianak pada tanggal 22 Februari, dan Bali pada tanggal 26 Februari 1942.
Dalam upaya merebut pulau Jawa, Jepang membentuk Operasi Gurita. Gurita Barat dimulai dari Indo-Cina melalui Kalimantan Utara dengan sasaran Pulau Jawa, sedangkan Gurita Timur dimuai dari Filipina melalui selat Makasar menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur. Operasi Gurita Barat tidak mengalami kesulitan mendarat di Eretan (Indramayu) dan Banten, sedangkan Gurita Timur harus menghadapi Sekutu dalam pertempuran laut dekat Balikpapan (Kalimantan Timur). Juga di Laut Jawa (The Battle of the Java Sea) terutama diperairan antara Bawean, Tuban, dan Laut Rembang berlangsung pertempuran selama 7 jam pada tanggal 27 Februari 1942. Dari hal itu dapat dilihat bahwa Wilayah di Jawa timur yang dijadikan tempat berlabuhnya tentara Jepang adalah daerah Tuban, Surabaya dan Gresik.
Pada masa Penjajahan Jepang, tidak banyak ditemukan tentang peranan Tuban. Hal ini di karenakan karena pada jaman penjajahan Jepang bukti-bukti sejarah Indonesia banyak di hapuskan. Namun, dapat diperkirakan nasib masyarakat Tuban tidak jauh berbeda dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Mereka mengalami Romusa, pemuda-pemuda di jadikan tentara Jepang guna menghadapi perang Pasifik.

Masa Revolusi
Berita kemerdekaan republik Indonesia teryata tidak segera menyebar luas ke berbagai plosok tanah Air. Hal ini dikarenakan pemerintahan militer Jepang sengaja menutupi penyebarluasan informasi tersebut. Di wilayah Karasidenan Bojonegoro, kabar tentang kemerdekaan baru didengar pada tanggal 21 Agustus 1945. Bahkan oleh Gunseibu (Gubenur Militer) masyarakat Jawa Timur dilarang mengibarkan Bendera Merah Putih. Hal ini tentu saja menimbulkan keresahan dikalangan masyarakat. Pada tanggal 2 September 1945 dibentuk K.N.I ditinggakat Kabupaten yang diikuti sampai kewedanan dan Kecamatan. Kemudian untuk memperlancar jalanya pemerintahan Residenan Bojonegoro membentuk Dewan Pegawai Republik Indonesia.
Sejak itulah semangat kemerdekaan berkobar dikalangan Pemuda yang kemudian mendesak Residenan Bojonegoro untuk mengibarkan Bendera Merah Putih dihalaman Kantor Residenan. Meskipun Demikian saat itu Residenan Bojonegoro belum mengumumkan secara resmi berita tentang kemerdekaan bangsa Indonesia.
Di Kabupaten Tuban terjadi gejolak anti Pangreh Praja yang yang disebabkan timbulnya kesan yang tidak baik pada masa penjajahan Belanda. Para pemuda itu merasa tidak percaya dengan eksistensi dan Legalitas para Pangreh Praja tersebut. Meletusnya gejolak tersebut disebabkan adanya dugaan kecurangan ketika membagikan bantuan pakaian pada rakyat. Terjadi penggeledahan oleh para pemuda dan rakyat, bahkan rumah para Pangreh Praja digeledah. Akhirnya banyak dari pegawai Pangreh Praja bergejolak hingga mengungsi ke Bojonegoro. Kerusuhan tersebut meluas sampai dengan ke Kabupaten yang lainya bahkan sampai dengan tingkat Propinsi.
Kekosongan jabatan Residenan Bojonegoro karena R.M Soeryo telah diangkat menjadi Gubenur Jawa Timur mengakibatakan kerusuhan semakin menjdi jadi. Pemerintahan pusat menyerahkan kekosongan jabatan tersebar ke KNI Bojonegoro. Kemudian KNI Bojonegoro menunjuk Mr. Hendromartono sebagai residenan yang ternyata juga telah disetujui oleh pemerintah pusat.
Untuk mengatasi kondisi dan situasi yang sedang terjadi kerusuhan, Residenan beserta para Bupati mengadakan rapat yang akhirnya mengeluarkan keputusan Nomor A.2713/2 tanggal 15 Desember 1945 tentang peraturan Perubahan Pemerintahan daerah karasidenan Bojonegoro. Dengan susunan pemerintahan yang baru tersebut wilayah karasidenan Bojonegoro yang termasuk Kabupaten Tuban menjadi tenang kembali. Untuk menghindari pesepsi buruk terhadap Pangreh Praja yang sebagian besar alumni STOVIA, pemerintah mendirikan Akademi Ilmu Politik Yang berjiwa nasionalis.